BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Kepemimpinan dan manajemen adalah suatu kegiatan manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara efektif dan efisien. Bagaimanapun juga, seorang pemimpin harus dapat menyampaikan dan merealisasikan visi dan misinya kepada seluruh anggotanya. Melalui sejarah yang ada kita dapat mengetahui mana system yang tepat untuk di lakukan dalam kepemimpinan dan manajemen apa yang harus kita praktekan.
Prinsip kepemimpinan dalam islam didasari oleh empat landasan. Yang pertama adalah Al-qur’an, yang mana akan membimbing kita kepada kepatuhan kita terhadap agama, sosial, keilmuan, dan akan membimbing kita ketika memutuskan suatu perkara, itu semua adalah sebuah standar kualitas pemimpin muslim. Yang kedua adalah apa yang telah di contohkan oleh rasulullah saw yaitu seorang pemimpin besar sepanjang zaman dan menjadi panutan seluruh pemimpin dunia muslim khususnya. Yang ketiga adalah kebijaksanaan khulafaurrasyidin. Yang keempat adalah para pengikut-pengikut rasulullah atau tabi’ taa bi’iin.
Dengan melihat sejarah kita akan mengetahui mode-mdel kepemimpinan dari rasulullah saw, khulafa urrasyidin, dan para tabi’in serta tabi’ tabi’in sehingga mereka semua menjadi landasan yang patut dicontoh dalam suatu kepemimpinan agar tidak keluar dari jalur-jalur syariat yang telah ditetapkan oleh Al-qur’an dan Sunnah Nabi saw.[1]
- B. Identifikasi Masalah
- Bagaimana praktek pemerintahan islam pada masa rasul?
- Bagaimana praktek pemerintahan islam pada masa khulafaurrasyidin?
- Bagaimana praktek pemerintahan islam pada masa dinasti umayah I?
- Bagaimana praktek pemerintahan islam pada masa dinasti abbasiyah?
- Bagaimana praktek pemerintahan islam pada masa dinasti umayah II?
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Praktek Pemerintahan Islam pada Masa Rasul
Pada masa Nabi Muhammad SAW. sebenarnya sudah ada negara dan pemerintahan Islam. Negara dan pemerintahan yang pertama dalam sejarah itu terkenal dengan Negara Madinah.[2]
Madinah awalnya bernama Yatsrib. Nama Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawarrah (Kota yang Bercahaya). Nama ini merupakan sebuah bentuk penghormatan dari penduduk Mekah kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.[3]
Terbentuknya Negara Madinah, akibat dari perkembangan penganut Islam yang menjelma menjadi kelompok sosial dan memiliki kekuatan politik riil pada pasca periode Mekah dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW. Pada periode Mekah pengikut beliau yag jumlahnya relatif kecil belum menjadi suatu komunitas yang mempunyai daerah kekuasaaan dan berdaulat. Mereka merupakan golongan minoritas yang lemah dan tertindas, sehingga tidak mampu tampil menjadi kelompok sosial penekan terhadap kelompok sosial mayoritas kota itu yang berada di bawah kekuasaan Quraisy. Tapi setelah di Madinah, posisi Nabi Muhammad SAW. dan umatnya mengalami perubahan besar. Di kota itu, mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya merupakan suatu negara.
Suatu Negara yang dapat kekuasaannya di akhir zaman Nabi meliputi seluruh semenanjung Arabia. Dengan kata lain Madinah Nabi bukan lagi hanya mempnyai sifat rasul, tetapi juga sifat kepala Negara juga. DB. Mc Donald juga menyatakan “disini, Madinah. Telah terbentuk Negara Islam pertama dan telah meletakkan dasar-dasar negeri Islam pertama dan telah meletakkan dasar-dasar politik bagi perundang-undang Islam. Dalam Negara Madinah itu, kata Thomas W. Arnald dalam waktu yang bersamaan Nabi adalah sebagai pemimpin agama dan kepala Negara. Fazlurrahman, tokoh neo-modernisme Islam, juga membenarkan bahwa masyarakat Madinah yang diorganisir nabi itu mmerupakan suatu Negara dan pemerintahan yang membawa kepada terbentuknya suatu umat muslim.[4]
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara yang baru dibentuk ini, Nabi Muhammad SAW. segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar tersebut adalah sebagai berikut.
Dasar pertama, pembangunan masjid. Selain untuk tempat salat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatuka kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi Muhammad SAW. juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, ukhiwah islamiyah. Nabi Muhammad SAW. mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah, dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muahjirin tersebut. Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW. mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun silam dan telah menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, jaminan atas keselamatan harta benda danlarangan melakuakan kejahatan.[5] Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut Konstitusi Madinah/Piagam Madinah.[6]
Adapun pada masa Rasullullah telah dikatakan sebagai Sebuah negara karena telah memenuhi 3 syarat sebagai berikut :
- Adanya wilayah, wilayahnya adalah Kota Madinah dan sekitarnya.
- Adanya penduduk yaitu kaum Muhajirin dan Anshar juga orang-orang Arab lainnya baik Muslim maupun non Islam merupakan masyarakatnya.
- Adanya pmerintahan yang berdaulat. Pemerintahan yang berdaulat dipegang oleh Nabi Muhammad SAW. dan dibantu oleh para sahabatnya. Undang-undangnya berdasarkan Syariat Islam yang diwahyukan oleh Allah dan Sunnah Rasul, termasuk Piagam Madinah.[7]
Berbagai upaya dilakukan oleh Nabi SAW di Madinah.[8] Adapun praktek pemerintahan pada masa Rasul adalah :
- Sistem ekonomi
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW. berakar dari prinsip-prinsip Qurani. Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjadi kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan, bahkan setelah kehidupan dunia ini. Dengan kata lain, Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
- Sistem Keuangan dan Pajak
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum muslimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.
Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj, dan sebagainya. tetapi di Madinah juga pada masa Nabi Muhammad SAW. Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhu-kan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Allah telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-objek tertentu.
Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.
- Sistem Ketatanegaraan
Pemegang otoritas peradilan di zaman Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi Muhammad SAW. sendiri. Dilihat dari ketatanegaraan modern (trias politica), yakni fungsi yudikatif (kehakiman), ekskutif (pemerintahan), dan legislatif (pembuat undang-undang), Nabi Muhammad SAW menjalankan ketiga fungsi institusi sekaligus.
Di masa Nabi Muhammad SAW., ketiga konsep ketatanegaraan itu disebut dengan :
- sultah tashriiyah (fungsi legislatif)
Fungsi legislatif yang dijalankan Nabi SAW, dikarenakan beliau sebagai seorang utusan Allah SWT yang menerima wahyu (perintah) dari Allah. Karena itu, segala yang diperintahkan Rasul SAW, bersumber dari Al-Quran (An-Najm : 3-4), dan umat harus mengikutinya.
“ dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya . Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). “ |
- sultah tanfidziyah (eksekutif)
Kapasitas Nabi Muhammad SAW. sebagai kepala negara dapat dibuktikan dengan tugas-tugas yang beliau lakukan sebagaimana termuat dalam berbagai literatur. Diantaranya adalah menunjuk para sahabat untuk menjadi wali dan hakim di daerah-daerah dan menunjuk wakil beliau di Madinah bila beliau bertugas keluar, melaksanakan musyawarah, dan sebagainya.
- sultah qadlaiyah (yudikatif)
Nabi Muhammad SAW. juga menjalankan fungsi yudikatif dalam rangka menegakkan keadilan dan menjaga hak masyarakat yang memerlukan sebuah resolusi lantaran dihantam oleh perselisihan dan konflik. Selanjutnya, pelaksanaan dan eksekusi dari hukum tersebut, juga dipegang oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai bentuk aplikasi dari fungsi eksekutif.
Untuk pemerintahan di Madinah Nabi menunjuk beberapa sahabat sebagai pembantu beliau, sebagai katib (sekretaris), sebagai ‘amil (pengelola zakat) dan sebagai qadhi (hakim). Untuk pemerintahan di daerah Nabi mengangkat seorang wali, seorang qadhi. [9]
- B. Praktek Pemerintahan Islam pada Masa Khulafaurrasyidin
- 1. Abu Bakar Ash Shiddiq
Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M beliau meninggal dunia. Masa sesingkat itu hanya dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Khalifah Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Khalifah Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid ra adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Khalifah Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Khalifah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil .
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam. Hal ini seperti juga berlaku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota Madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa provinsi, dan setiap provinsi beliau menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak, sodaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara dan kepada rakyat.[10]
- 2. Umar bin Khattab
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (734-644), kekuasaan Islam telah melampaui Jazirah Arab. Penaklukan-penaklukan dilakukan pada masa Umar, bahkan dua adidaya ketika itu Persia dan Byzantium berhasil jatuh ke tangan umat Islam. Karena luasnya kekuasaan Islam, Umar mengadakan pembaharuan signifikan dalam bidang administrasi negara. Dengan tetap menjadikan kota Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam. Pada masa pemerintahan Umar, lembaga-lembaga penting mulai dibentuk. Umar membentuk lembaga kepolisian (Diwan al-Ahdats) untuk menjaga keamanan dan ketertiban dan lembaga pekerjaan umum (Nazharat al-Nafi’ah) yang menangani masalah-masalah pembangunan fasilitas umum dan faslitas social. Lembaga peradila juga mulai berdiri terpisah dari kekuasaan eksekutif.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, Umar mulai memisahkan kekuasaan legislative ( majelis syura), yudikatif (qadha’) dan eksekutif (khalifah), meskipun tentu saja pemisahan ini tidak bisa dibandingkan dengan system pemerintahan modern trias politica seperti sekarang. Hal ini menunjukan bahwa Umar merupakan seorang negarawan dan administrator yang bijak. Masa pemerintahan Umar dapat dianggap sebagai masa peningkatan kesejahteraan.[11]
Selain itu kebijakan yang dilakukan Umar pada masa kekhalifahannya yaitu mengusulkan kalender Islam dimulai dari hijrahnya Rasulullah, memerintahkan shalat tarawih secara berjamaah.[12]
- 3. Utsman bin Affan
Garis kebijakan yang dilaksanakannya mengacu pada kebijakan Khalifah Abu Bakr dan Umar. Usman berhasil memperluas wilayah Islam dengan menguasai Cyprus. Kekuasaan islam pada saat itu meliputi Azerbaizan, Afganistan, Armenia, Kurdistan. Usman melakukan pembangunan fisik seperti perumahan, jalan-jalan, jembatan dan fasilitas umum.
Dalam menjalankan pemerintahan Usman dibantu dewan pajak, bendahara negara, kepolisian, pekerjaan umum dan militer. Untuk jabatan didaerah Usman dibantu gubernur-gubernur. Pada awal masa pemerintahannya, Usman tidak banyak mendapat ancaman dan gangguan, namun setelah enam tahun masa pemerintahan muncul protes dan ketidakpuasan dari masyarakat terutama didaerah. Adapun sumber ketidakpuasan rakyat yakni soal politik, pendayagunaan kekayaan negara, dan kebijakan keimigrasian.
Bidang pemerintahan banyak terjadi kekususutan sejarah, luka sejarah yang seharusnya tidak terjadi, yaitu keterpecahan kaum muslim atas kebijakan politik Utsman yang dinilai KKN dengan memilih para sanak kerabatnya sebagai pejabat Negara.[13]
- 4. Ali bin Abi Thalib
Politik yang dijalankan seseorang adalah gambaran pribadi orang itu, yang akan mencerminkan akhlak dan budi pekertinya. Ali mempunyai watak dan pribadi sendiri, suka berterus terang, tegas bertindak dan tak suka berminyak air.
Pada masa kepemimpinannya, Ali memberhentikan gubernur yang diangkat oleh Usman dan menarik tanah yang dibagi-bagikan Usman kepada kerabatnya. Hal ini juga menghadapi banyak tantangan dari daerah. Disisi lain penduduk Madinah pun tidak bulat mendukung Ali. Oleh karena itu Ali memindahkan ibukota pemerintahannyake Kufah. Ali menyusun undang-undang perpajakan dan menegaskan bahwa pajak tidak boleh diambil tanpa memperhatikan pembangunan rakyat. Ali ingin megembalikan citra pemerintaha islam pada masa sebelumnya. Dalam masa pemerintahannya, Ali lebih banyak mengurus persoalan pemberontakan didaerah.[14]
- C. Praktek Pemerintahan Islam pada Masa Dinasti Umayah I
Prestasi pertama yang diperoleh Bani Umayyah terdapat dalam bidang birokrasi pemerintahan. Sejarah mencatat trdisi melakukan pencacahan jiwa penduduk dan sistem pengiiman surat-menyurat yang teratur. Hal itu menunjukkan bukti tingginya disiplin kepegaaian pemerintah.
- 1. Organisasi Politik (An-Nidham Al-Siyasi)
Organisasi politik dan aministrasi pemerintahan pada masa dinasti Bani Umayyah meliputi, jabatan khalifah (kepala negara), wizarah (kemetrian), kitabah (kesekretariatan), dan hijabah (pengawal pribadi).
Kepala negara disebut khalifah, Para khalifah bani Umayah menyerupai para raja yang memeiliki kekuasaaan penuh untuk menentukan jabatan-jabatan dan jalannya pemerintahan.[15] Wizarah memiliki tugas dan fungsi membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Kitabah atau skretariat negara, yaitu untuk kelancaan pekerjaan, dibentuklah dewan sekretariat, yaitu Diwan Al-Kitabah, yang membawahi bidang-bidang, Katib Al-Rasail, yaitu sekretaris bidang keuangan, Katib Al-Jund,yaitu sekretaris militer, Katib Al-Syurthah, yaitu sekretris bidang kepolisian, dan Katib Al-Qadli, yaitu sekretaris bidang kehakiman.
- 2. Organisasi Tata Usaha Negara (An-Nidham Al-Idary)
Organisasi tete usaha negara yang mengalami perkembangan pada masa dinasti Bani Umayyah meliputi susunan pemerintahan pusat yang terpecah kedalam Dewan-dewan, pembagian wlayah dan kekeuasaan wali (gubernur) dala wilayahnya. Departemen-departeen tersebut adalah:
a.Diwan Al-Kharraj, yaitu departemen pajak yang bertugas mengelolah
pajak tanah di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan dinasti Bani
Umayyah.
b.Diwan Al-Rasail, yaitu departemen pos yang berkewajuban
meyapaikan berita atau surat dari dan ke daerah-daerah kekuasaan
dinasti Bani Umayyah.
c.Diwan Al-Musytaghillat, yaitu departmen yang bertugas menangani
berbagai kepentingan umum.
d.Diwan Al-Khatim, yaitu departemen yang menyimpang berkas-berkas
atau dokumen-dokumen penting negara.
- 3. Organisasi Keuangan (An-Nizam Al-Mali)
Dinasti Bani Umayyah tetap mempertahankan dan memakai leaga keuangan sebagaimana pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin, yaitu tetap mengelolah Baitul Mal, baik pemasukan dan pengeluarannya. Sumber-sumber Baitul Mal pada masa pemerintahan Bani Umayyah berasal dari pajak tanah (kharraj), selain dari kharraj, pendapatannegara juga diperoleh dari jizyah, pajak perorangan bagi penduduk non-muslim. Mereka dikenakan pajak karena mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama di depan hukum negara saat itu.
Di samping kedua sumber diatas, pajak juga di kenakan kepada para pedagang asing yang mengimport dagangannya ke dalam daerah Islam, pajak ini disebut dengan Usyur. Selama masa pemerintahan dinasti bani Umayyah.
- 4. Organisasi Ketentaraan (An-Nidzam Al-Harby)
Organisasi ketentaraan pada asa pemerintah Ban Umayyah merupakan kelanjutan dari upaya yang telah di buat Khulafaur Rasyidin. Bedanya, kalau pada masa pemerintahan sebelumnya, siapa saja boleh menjadi tentara. Tetapi pada masa Bani Umayyah, hanya orang-orang Arab atau keturunannaya yang boleh menjadi tentara.
Formasi tempur pada masa dinasti Bani Umayyah mengikuti pola Persia, yaitu terdiri dari Qalb Al-Jaisy, yaitu posisi pusat yang ditempati komandan pasukan, Al-Maimanah, yaitu posisi sayap kanan, Al-Maisarah, yaitu posisi syap kiri, Al-Mutaqaddimah, posisi terdepan, dan Saqah Al-Jaisyi, posisi belakang.
Di belakang pasukan tempur biasanya ada pasukan lain yang disebut Rid, yaitu pasukan logistik (makanan, obat-obatan, dll), ada Talaiah, yaitu intelejen. Pasukan tempur terdiri dari Fasan, pasukan berkuda (Kaveleri), Rijalah, pasukan berjalan kaki (infanteri), Ramat, pasukan pemanah.
- 5. Organisasi Kehakiman (An-Nidzam Al-Qadla)
Pada masa dinasti Bani Umayyah, kekuasaan poltik telah dipisahkan dengan kekuasaan pengadilan. Kekuasaan kehakiman pada masa itu dibagi menjadi tiga badan:
a.Al-Qadla, yang bertugas menyelesaikan perkara yang berhubungan
dengan negara.
b.Al-Hisbah, yang bertugas menyelesaikan perkara perkara umum dan
sosial-sosial pidana yang memerlukan tindakan cepat.
c.Al-Nadhar Fil Madlalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah
Agung di Indonesia.
Selama masa pemerintahannya, Muawiyahbin Abi Sufyan telah melakukan berbagai kebijakan. Di antara kebijakan yang di lakukannya dalam bidang pemerintahan adalah:
- Pembentukan Diwanul Hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas memerikan pengawalan kepada khalifah.
- Pembentukan Departemen Pencatatan atau Diwanul Khatam. Departemen ini mencatat semua peraturan yang dikeluarkan khalifah dan dicatat di dalam berita acara pemerintahan.
- Pembebtukn Dinas Pos atau diwanul Barid. Muawiyah membentuk pos-pos penjagaan pada tempet-tempet tertentu di sepanjang jalan tertentu dan disediakan kuda lengkap dengan peralatannya.
- Pembentukan Percetakan Mata Uang. Pebentukan ini dimaksudkan untuk mencetak mata uang negara. Meskipun pada masa pemerintahan Muawiyah, masih menggunakan mata uang Romawi dan belum menggantinya dengan mata uang baru yang dikeluarkan pemerintah Bani Umayyah, penggunaan mata uang ini baru dilakukan pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.
- Pembentukan Shahil harraj (pemungut pajak). Pajak-pajak dari berbagai provinsi di wilayah kekuasaan BaniUmayyah dikumpulkan melalui petugas ini.
- D. Praktek Pemerintahan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Sistem pemerintahan ke khalifahaan atau pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umayah bukan mencontoh khulafaurrasyidin yang berdasarkan pemilihan khalifah dengan musyawarah dari rakyat. Dan ada satu hal yang baru lagi bagi khalifah Abbasiyah ialah pemakaian gelar Al-Mansyur. Hal tersebut dapat ditelusuri dari lokasi dimana Abbasiyah berkuasa yang bertumpu pada bekas kekuasaan Persia, sehingga model Persia dijadikan acuan bagi pemerintahannya. Antara lain dengan mengatakan seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi.[16]
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain :
- Para khalifah tetap dari turunan arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali dan Persia.
- Kota Baghdad sebagai ibu kota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim didalamnya.
- Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
- Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
- Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamadun Islam.
Dasar- dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khlifah kedua, abu Ja’far Al-Mansyur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut, sedangkan pendiri Abbasiyah adalah Abdul Abbas al-Saffah. System pemerintahan kekhalifahannya di ambil dari nilai-nilai Persia.Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur Negara langsung dari Allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari system kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.
Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan system teokrasi. Khalifah bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaaannya. Namun dalam pengangkatan mahkota, Abbasiyah meniru system yang dilaksanakan Umayah, yakni menetapkan dua orang putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antara putra mahkota.tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan selama masa pemerintahan Abbasiyah.[17]
Bani Abbassiyah yang didirikan oleh Abul Abbas As-Saffah mengalami tiga periode perubahan dalam pembentukan system Negara,yaitu:
- 1. Periode Pertama (750 M -857 M)
Pada Periode pertama ini bentuk negara dinasti Abbasiyah adalah kerajaan yang dipimpin oleh seorang khalifah.Khalifah ini dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) atau yang jabatannya disebut dengan Wizaraat.Sedangkan Wizaraat tersebut dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu:
- Wizaraat Tanfiz (system pemerintahan presidential) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
- Wizaraatut tafwid (parlemen Kabinet ,yaitu wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan sedangkan khlaifah sebagai lambang saja
Pada khusus lainnya fungsi khalifah sebagai pengukuh dinasti-dinasti local sebagai gubernur khalifah.Selain itu,untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha Negara diadakan sebuah dewan yang bernama Diwanul Kitaabah(secretariat Negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kutab (sekretaris Negara).Dan dalam menjalankan pemerintahan Negara,wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen ).Tata usaha Negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.
Selain itu,dalam zaman daulah Abbasiyah juga didirikan angkatan perang,amirul umara,baitul maal,dan organisasi kehakiman.Selama dinasti Abbasiyah berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,social,ekonomi dan budaya.
- 2. Periode Kedua (232 H/842 M-590 H/1194 M)
Pada periode ini,kekuasaan bergeser dari system sentralistik menjadi menjadi disentralisasi yaitu kedalam tiga Negara otonom,kaum Turki,golongan kaum Bani Buwaih,dan golongan Bani Saljuq.Pada Akhirnya Dinasti-Dinasti ini melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa pemerintahan Abassiyah.
- 3. Periode Ke tiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M)
Pada periode ketiga ini kekuasaan kembali dipegang oleh khalifah ,tetapi hanya di Baghdad dan dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Selain itu pada masa Abbasiyah terdapat beberapa system pemerintah sebagai berikut :
- 1. Sistem Sosial
Pada masa Dinasti Abbasiyah system social masih memakai social bani Umayah.Akan tetapi,pada masa ini terjadi bebrapa perubahan yang sangat mencolok,yaitu :
- Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapat tempat yang sama dalam kedudukan social.
- Kerajaan islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa yang berbeda –beda (Bangsa Mesir,Syam,Jaizirah Arab ,dll.)
- Perkawinan campur yang melahirkan darah campran.
- Terjadinyan pertukaran pendapat sehingga munculnya kebudayaan baru.
- 2. Sistem Ekonomi
Pada awal masa kepemimpinan bani abbasiyah perbendaharaan Negara penuh dan berlimpah ruah,uang masuk lebih banyak daripada uang pengeluaran. Pada masa ini yang menjadi khlaifah adalah Al-Mansur.Dia betul-betul meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan keuangan Negara.Dia mencontoh Umar Bin Khattab dalam menguatkan islam.Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh sector-sektor sebagai berikut:
- Pertanian,Khalifah membela dan menghormati kaum tani,bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka dan ada yang tidak dikenakan pajak sama sekali.pertanian ini meliputi pertanian gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq.
- Perindustrian,Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun industry,sehingga terkenallah beberapa kota dan industry –industrinya.Telah terbangun industry kain linen di Mesir,sutra dari Syiria dan Irak kertas dari Samarkan.
- Perdagangan,segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati khalifah dagang,membangun armada-armada dagang sehingga terjadilah kemajuan yang sangat pesat disektor perdagangan ini.Para pedagang ini memperdagangkan hasil dari pertanian dan industri tersebut ke wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.Perdagangan barang tambang juga sangat gencar pada masa abbasiyah ini yaitu tambang emas dari Nubia dan Sudan Barat sehingga meningkatkan perekonomiannya.[18]
Selain itu,Baghdad menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi para pedagang internasional.[19]
- 3. System Kementerian Negara
- Diwan al syurtha-Sahib al syurta/Kepala kepolisian yang menjamin dan memelihara keamanan, harta dan nyawa masyarakat, polisi biasa ada dibaah kendali muhtasib dan juga diciptakan untuk inspeksi pasar, makanan, minuman (polisi yang bertanggung jawab semacam ini kepala POM sekarang) memeriksa timbangan keluhan pedagang dan menjaga dari kriminalitas.
- Diwan al sawafi Bertanggung jawab atas urusan harta kerajaan (kekhalifahan)
- Diwan al-diya, ditugaskan untuk urusan kekayaan pribadi kepala Negara.
- Diwan al nazri Fial-Mazalim yaitu rakyat dapat mengajukan banding atas ketidakadilan
- Diwan al-azimah, didirikan untuk kelancaran roda pemerintahan dan mengauadit kegiatan pusat dan daerah.
- Diwan al Atha, diciptakan khusus untuk mengurusi dan mengatur harta-harta hibah dan penyimpangan dalam penerimaan dan pengeluaran harta hibah tersebut.
- Diwan al Sirr yaitu mengurusi irigasi dan kanal air,
- Qazi al Quzzat, diciptakan dimana masalah keadilan ini yang bertanggungjawab adalah kepala Qazi dan petugas yang melaksanakan dan menerapkan keadilan yang netral.
- Departemen Pertahanan/ keamanan/militer/tentara yang mengurusi semua masalah yang berhubungan dengan keamanan negara dan juga perluasan wilayah kekuasaan
- Bait al-Hikmah yaitu pusat akademik atau pusat kegiatan ilmiah terutama ilmu pengetahuan seperti ilmu kimia, kedokteran, filsafat, matematika, astronomi, astrologi, geografi, sejarah, ilmu-ilmu agama Islam, sastra, syair, musik, penulisan ahdits, pencatatan pemikiran, dalam
Kegiatan ilmiah. Karena pada masa ini identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan, peradaban dan kultur pada zaman yang bukan hanya identiik sebagai masa kemasan Islam. Semua akademika ini difasilitasi oleh negara yang diberikan pada semua masyarakat. - Lembaga Pencetak Mata Uang yakni Lembaga yang bekerja sebagai pencetak mata uang, guna untuk mempermudah transaksi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
- Bait al mal (kebijakan ekonomi) yaitu sebagai penghimpun kekayaan Negara dan salah satu sumber pendapatan Negara dalam pembiayan operasional kenegaraan. E. Praktek Pemerintahan Islam pada Masa Dinasti Umayah II
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Sistem pergantian atau suksesi kepemimpinan di Spanyol tidak jauh berbeda dengan sistem yang berlaku pada masa Umayah I di Damaskus, yakni dengan jalan para Amir yang sedang berkuasa sudah menunjuk dan menentukan untuk penggantinya. Mereka ini disebut sebagai putra mahkota atau waliyul ahdy (penguasa yang dijanjikan). Jika kelak amir yang sedang berkuasa ini meninggal dunia, secara langsung ia akan menggantikannya.[20]
Dizaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dizaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.
Selain itu ada beberapa sektor yang dipraktekkan dalam pemerintahan bani umayah II yaitu :
- 1. Sistem Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
- Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
- Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
- 2. Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk
- Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
- Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
- Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
- Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti:
- Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
- Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
- Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
- Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
- Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
- Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
- 3. Kemajuan Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.[21]
BAB III
PENTUP
KESIMPULAN
Ketatanegaraan dalam sejarah Islam dapat dibagi ke dalam 5 periode yakni : pada masa Nabi Muhammad SAW, masa Khulafa Al-Rasydun, masa Bani Umaiyah I, Bani Abbas dan masa Bani Umayah II. Berbagai bentuk perubahan terus dilakukan di setiap masa pemerintahannya. Di mulai dari adanya pemisahan kekuasaan yakni kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif. Kemudian juga dibentuk lembaga-lembaga pemerintahan sebagai penunjang praktek kenegaraan.
Terbentuknya Yastrib menjadi Madinah dalam peradaban sejarah pemerintahan Islam menjadi cambuk untuk pemerintahan berikutnya. Berbagai peristiwa sejarah dari masa-kemasa dengan kebijakan dari para pemimpin menjadikan system pemerintahan islam penuh dengan kebijakan para khalifahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir, 2004, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam
, Jakarta : PT Raja Grafindo Persda
Badri Yatim, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pres
Hasan Ibrahim Hasan, 2003, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, Jakarta
: Kalam Mulia
Imam Ash-Suyuthi, 2010,Tarikh Al- Khulafa, Jakarta Selatan : PT
Hikmah Mizan Publika
Ja’far Subhani, 2002, Ar Risalah Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW
, Jakarta : PT. Lentera Basritama
Muhaimin, 2005, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta : Kencana
Muhammad Husain Haikal, 2007, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta
: Litera AntarNusa
Samsul Nizar, 2008, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana
Suwito, 2008, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana
Suyuthi Pulungan, 1955, Fiqh Siyasah Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-islam-masa-bani-umayyah.html
http://hanz-one.blogspot.com/2012/08/sembilan-praktek-dan-kebiasaan.html
http://al-zakaa.blogspot.com/2012/05/praktek-pemerintahan-islam.html
http://kangduhri.blogspot.com/2012/03/kemajuan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
http://gebypurnama.blogspot.com/2012/11/ketatanegaraan-dalam-sejarah-islam.html
http://el-ghazaly.blogspot.com/2013/27/perkembangan-ketatanegaraan-islam-masa.html
http://atthamimy.blogspot.com/2012/07/sejarah-kebudayaan-islam.html
[2] Madinah terletak 434 km di utara Mekah. Disana terdapat suku Aus dan khazraj yang kemudian dikenal dengan kalangan kaum muslim sebagai kaum Anshor atau penolong…Lihat Ja’far Subhani, 2002, Ar Risalah Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, Jakarta : PT. Lentera Basritama, h. 7
[3] Badri Yatim, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pres, h. 25
[5] Muhammad Husain Haikal, 2007, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta : Litera AntarNusa, h. 208
[6] Badri Yatim, Op.Cit., hh. 26-27
[7]http://el-ghazaly.blogspot.com/2013/27/perkembangan-ketatanegaraan-islam-masa.html…Lihat juga Suyuthi Pulungan, 1955, Fiqh Siyasah Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, h. 88
[8] Muhaimin, 2005, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta : Kencana, h. 222
[12] Imam Ash-Suyuthi, 2010,Tarikh Al- Khulafa, Jakarta Selatan : PT Hikmah Mizan Publika, hh. 20-21
[15] Hasan Ibrahim Hasan, 2003, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, Jakarta : Kalam Mulia, h. 458
[16] Samsul Nizar, 2008, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, h. 67
[17] Samsul Nizar, ibid., hh. 67-69
[19]Suwito, 2008, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, h. 25
[20] Ajid Thohir, 2004, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persda, h. 65