RSS

keluarga sakinah, mawaddah, warahmah

19 Jan

BAB I

PENDAHULUAN

Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islam khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara.[1]

Setiap adanya sekumpulan atau sekelompok manusia yang terdiri atas dua individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin atau seseorang yang mempunyai wewenang mengatur dan sekaligus membawahi individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti keberadaan atasan dan bawahan).

Demikian juga dengan sebuah keluarga, karena yang dinamakan keluarga adalah minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak dan seterusnya.[2] Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang sifatnya batiniyah di dalam rumah tangga tersebut supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Pengertian Keluarga Sakinah Mawadah Warohmah

Keluarga secara sinonimnya ialah rumah tangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang berasas karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa jenis warga masyarakat. Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate) manusia yang budiman, keluarga yang sejahtera adalah tiang dalam pembinaan masyarakat.

Secara historis-filosofis, sakinah mawadah warohmah adalah hasil rangkaian dari tiga kata utama: Sakinah artinya tenang atau tentram, Mawadah artinya cinta atau harapan, dan Rahmah artinya kasih sayang dan satu kata sambung wa yang artinya dan. Sebagai mana yang telah diterangkan dalam Al Qur’an surat Ar Ruum ayat 21.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[3]  

Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Kalaupun ada, tidak akan bertahan lama. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Mengapa sakinah begitu penting dalam pernikahan? Seperti kita tahu bahwa pernikahan itu tidak hanya ikatan suci di dunia, melainkan ikatan tersebut akan dipertanggungjawabkan juga di akhirat.

Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik (teladan). Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

Dengan demikian keluarga sakinah mawadah warohmah adalah sebuah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Al Qur’an dan sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya,sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunah Rasul.[4]

  1. B.     Ciri Ciri Keluarga Sakinah Mawadah Warohmah

Adapun Ciri-ciri keluarga skinah mawaddah wa rahmah itu antara lain:

  1. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada beberapa hal yaitu
    1. memiliki kecenderungan kepada agama.
    2. yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda.
    3. sederhana dalam belanja.
    4. santun dalam bergaul.
    5. selalu introspeksi.
    6. suami dan isteri yang setia (saleh/salehah).
    7. anak-anak yang berbakti.
    8.  lingkungan sosial yang sehat.
    9. dekat rizkinya kepada Allah atau rezki yang halal.
  1.  Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu menutup aurat, melindungi diri dari panas dingin, perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik jika saat keluar rumah istri atau suami tampil menarik agar dilihat orang banyak. Sedangkan giliran ada dirumah suami atau istri berpakaian seadanya, tidak menarik, awut-awutan, sehingga pasangannya tidak menaruh simpati sedikitpun padanya. Suami istri saling menjaga penampilan pada masing-masing pasangannya.
  2. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak saja. Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Sebagaimana firman Allah swt.

 

 

 

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”[5].

  1. Suami istri secara tulus menjalankan masing-masing kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT yang dalam menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami menjaga hak istri dan istri menjaga hak-hak suami. Dari sini muncul saling menghargai, mempercayai, setia dan keduanya terjalin kerjasama untuk mencapai kebaikan didunia ini sebanyak-banyaknya melalui ikatan rumah tangga. Suami menunaikan kewajiabannya sebagai suami karema mengharap ridha Allah. Dengan menjalankan kewajiban inilah suami berharap agar amalnya menjadi berpahala disisi Allah SWT. Sedangkan istri, menunaikan kewajiban sebagai istri seperti melayani suami, mendidik anak-anak, dan lain sebagainya juga berniat semata-mata karena Allah SWT. Kewajiban yang dilakukannya itu diyakini sebagai perinta Allah, tidak memandang karena cintanya kepada suami semata, tetapi di balik itu dia niat agar mendapatkan pahala di sisi Allah melalui pengorbanan dia dengan menjalankan kewajibannya sebagai istri.
  2. Semua anggota keluarganya seperti anak-anaknya, isrti dan suaminya beriman dan bertaqwa kepada Allah dan rasul-Nya (shaleh-shalehah). Artinya hukum-hukum Allah dan agama Allah terimplementasi dalam pergaulan rumah tangganya.
  3. Rezkinya selalu bersih dari yang diharamkan Allah SWT. Penghasilan suami sebagai tonggak berdirinya keluarga itu selalu menjaga rizki yang halal. Suami menjaga agar anak dan istrinya tidak berpakaian, makan, bertempat tinggal, memakai kendaraan, dan semua pemenuhan kebutuhan dari harta haram. Dia berjuang untuk mendapatkan rizki halal saja.
  1. Anggota keluarga selalu ridha terhadap anugrah Allah SWT yang diberikan kepada mereka. Jika diberi lebih mereka bersyukur dan berbagi dengan fakir miskin. Jika kekurangan mereka sabar dan terus berikhtiar. Mereka keluarga yang selalu berusaha untuk memperbaiki semua aspek kehidupan mereka dengan wajib menuntut ilmu-ilmu agama Allah SWT.[6]
  1. C.    Membentuk Keluarga Sakinah Mawadah Warohmah

Menurut ajaran Islam membentuk keluarga Islami merupakan kebahagiaan dunia akherat. Kepuasan dan ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram, tidak penuh gejolak. Bentuk keluarga seperti enilah yang dinamakan keluarga sakinah. Keluarga demikian ini akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan perilaku yang terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.

Lebih lanjut diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga sakinah terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu seksual dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak yang shaleh dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan persaudaraan yang akrab antara keluarga besar dari pihak suami dan dari pihak istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat menjalin hubungan yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.[7]

Seperti hadis yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah menghendaki suatu keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih tua menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di dalam hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari segala cobaan, maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah, mawaddah, warahmah.

Itulah antara lain komponen-komponen dari bangunan keluarga sakinah. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Jadi apabila tidak terpenuhi salah satunya yang terjadi adalah ketidakharmonisan dan ketimpangan di dalam kehidupan rumah tangga. Contoh kasus, sebuah rumah tangga yang oleh Allah diberikan kecukupan materinya akan tetapi hubungan antar anggota keluarganya tidak terbina dengan baik, artinya tidak ada rasa saling menghormati dan pengertian antara yang satu dengan yang lainnya, yang tua tidak menyayangi yang lebih muda dan yang muda tidak mau menghormati yang lebih tua, maka yang terjadi adalah diskomunikasi dan ketidakharmonisan rumah tangga.keluarga yang seperti ini tidak bisa disebut keluarga sakinah.

Begitupun sebaliknya, sebuah keluarga yang kekurangan materi atau finansialnya maka yang terjadi adalah percekcokan dan perselisihan yang mengakibatkan tidak tenteramnya kehidupan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga yang kekurangan materi akan mengalami hal tersebut, namun itu hanya sedikit sekali terjadi di kehidupan sekarang ini. Sebab manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya materi.

Namun dari semua itu perlu diingat bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan penentu baik tidaknya kehidupan keluarga, yaitu tiada lain adalah suami dan istri itu sendiri. Karena merekalah pelaku utama di dalam rumah tangga. Seperti disebutkan di atas bahwa salah satu komponen keluarga sakinah adalah keseimbangan hubungan suami-istri.

Memang sebenarnya kewajiban berbuat baik tidak hanya antar suami dan istri saja. Di dalam al-Qur’ān kewajiban itu untuk siapa saja. Oleh karenanya, sebagai umat Islam yang baik kita dianjurkan untuk nasehat-menasehati dimulai dari orang yang paling dekat hubungannya dengan kita sampai kepada siapa saja yang perlu untuk itu.

Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:

  1. Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
  2. Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada kecantikannya, kekayaannya, kedudukannya.
  3. Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
  4. Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
  5. Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dario siksa api neraka.
  6. Istri berusaha menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentan agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
  7. Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
  8. Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
  9. Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
  10. Suami istri selalu meomoh kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
  11. Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya saling meminta maaf pada anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing anggota keluarga.
  12. Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.

Demikianlah bentuk keluarga yang sempurna di dalam Islam, yang semua hal didasarkan pada bimbingan al-Qur’ān dan as-Sunnah.[8]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya).Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman.

Demikianlah bentuk keluarga yang sempurna di dalam Islam, yang semua hal didasarkan pada bimbingan al-Qur’ān dan as-Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Fuad Kauma dan Nipan. 2003. Membimbing Istri Mendampingi

 Suami. Yogyakarta: Mitra Pustaka

Maimunah Hasan. 2001, Rumah Tangga Muslim. Yogyakarta: Bintang Cemerlang

Mustafa Masyhur. 1999. Qudwah di jalan Dakwah. Jakarta: Citra Islami Press

Nawawi al-Bantani. 2000.  Hak dan Kewajiban Suami Istri Pedoman

 Membina Keluarga SakinahYogyakarta: Ash-Shaff

http://www.scribd.com

http://www.google.com


[1] Mustafa Masyhur, Qudwah di jalan Dakwah, (Jakarta: Citra Islami Press, 1999), hal. 71.

[2] Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001), hal. 7.

[3] Q.S. Ar Rum : 21

[5] Q.S. An Nisa : 19

[7] Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hal. 8

[8] Nawawi al-Bantani, Hak dan Kewajiban Suami Istri(Pedoman Membina Keluarga Sakinah), terj. Masrokhan Ahmad, cet II (Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000), hal. 35

 

#SJ

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 19, 2014 inci makalah

 

Tinggalkan komentar